Senin, 25 Juli 2011

EGG DROP SYNDROME

Egg drop syndrome, merupakan penyakit virus pada ayam dan burung puyuh, ditandai dengan penurunan produksi telur disertai dengan penurunan kualitas telur. Penyakit ini berdampak bagi kepentingan ekonomi (Carter,2005)
Egg drop syndrome pertama kali ditemukan pada unggas di tahun 1970an. Virus penyebab,  adenovirus, memiliki reservoir dalam bebek dan angsa. Penyebab awal terjadinya disebabkan oleh vaksin penyakit Marek yang tumbuh dalam fibroblas embrio bebek. Virus ini menginfeksi ternak, berkembang biak dan menyebar ke ternak lain melalui telur yang terinfeksi. Meskipun telah dimusnahkan dari peternak , adenovirus menjadi endemik pada sebagian dunia. Egg drop syndrome merupakan wabah yang langka disebabkan oleh penularan virus dari bebek dan angsa, baik secara langsung atau melalui air yang terkontaminasi ( Aiello SE,1975)
Sampai saat ini, adenovirus dianggap avirulent pada bebek dan angsa. Namun, pada tahun 2001, virus ini diisolasi menginfeksi pernafasan di angsa.

Egg drop syndrome disebabkan oleh adenovirus, anggota genus Atad-enovirus dan keluarga Adenoviridae. Virus ini juga telah dikenal sebagai adenovirus 1 (DAdV-1) sindrom penurunan telur (EDS) virus, telur-drop-sindrom-76 (EDS-76) virus dan 127 adenovirus(ICTV, 2002)

gambar 1. Bentuk adenovirus di bawah mikroskop elektron

Ciri khas EDS 76 adenovirus ialah kemampuannya dalam mengagglutinasi eritrosit-eritrosit unggas, tetapi kemampuan ini tidak terlihat pada mamalia. Virus penyebab EDS secara alami terdapat pada itik, hal ini yang menyebabkan virus cepat tumbuh dalam biakan sel­ sel itik dan dalam telur itik berembrio. Tetapi juga dalam biakan sel-sel embrio ayam, virus dapat diasingkan.


SPESIES YANG TERINFEKSI
Itik dan angsa tampaknya menjadi tempat yang alami untuk adenovirus.  Virus ini juga telah diisolasi oleh coots dan grebes, dan antibodi telah ditemukan pada spesies burung termasuk burung camar, burung hantu, bangau, angsa, ayam mutiara, dan merpati. Penyakit klinis telah dilaporkan pada ayam, puyuh, dan angsa. Kalkun dapat terinfeksi eksperimental namun tetap asimtomatik (Bishop,1996)

EPIDEMIOLOGI
Adenovirus ditemukan di seluruh dunia pada itik dan angsa. Egg drop syndrome  terjadi di Eropa, Asia, Afrika, dan Amerika Latin, namun belum terlihat di AS atau Kanada. Penyakit pernapasan pada angsa hanya dilaporkan di negara Hungaria.
Penyakit menular secara horizontal maupun vertikal. Infeksi EDS menyebabkan daya tetas telur menjadi turun sehingga jumlah DOC dari induk tertular EDS hanya sedikit. Tetapi masih ada kemungkinan induk terserang EDS tetap tampak sehat dan menghasilkan telur tercemar ringan virus EDS sehingga bisa menetas menjadi DOC.
Hal ini perlu diwaspadai karena selama DOC tumbuh, virus EDS tetap ada didalamm tubuhnya dan seolah-olah tertidur. Pada saat ayam mulai bertelur, virus EDS yang tertidur dan jumlahnya sedikit menjadi terbangun. Berkembang biak dan menyebar ke ayam lain dalam satu kandang. pada saat ayam akan mencapai puncak, produksi virus EDS yang berkembang mampu memunculkan gejala klinis jika sebelumnya tidak ada upaya pencegahan.
Selain tertular sejak DOC seperti tersebut diatas, penularan dapat terjadi secara horizontal. Virus EDS'76 yang berhasil menular dalam tubuh ayam berkembangbiak dan menyebar ke ayam lain selama masa grower dan ayam tetap sehat. Tetapi kelak pada saat mulai bertelur sampai mencapai puncak produksi gejala klinis EDS siap muncul jika tidak ada usaha pencegahan. Sumber penularan bisa terbawa bersama telur tetas, peralatan penetasan dan "egg tray". Pengendalian penyakit.
Penularan Egg drop syndrome secara horizontal melalui  oral. namun penyakit saluran pernapasan pada unggas ini dihasilkan oleh intratrakeal virus. Adenovirus juga dapat menyebar pada air. Beberapa wabah telah dikaitkan dengan kontak dengan unggas liar atau air yang terkontaminasi oleh tinja dari burung liar.

MASA INKUBASI
Masa inkubasi Egg drop syndrome sangat bervariasi. Dewasa,Di Rhode Island Red telur ayam yang dihasilkan abnormal dari 10 sampai 24 hari pasca-inokulasi. Burung yang terinfeksi secara vertikal dapat tetap asimtomatik sampai mereka mulai bertelur. Pada unggas yang diinfeksi dan menjadi bahan  eksperimental, masa inkubasi untuk penyakit pernafasan adalah 3 sampai 4 hari.

GEJALA  KLINIS
Egg drop syndrome telah dilaporkan pada ayam dan burung puyuh. Gejala utama adalah penurunan dalam produksi telur dan  telur yang di hasilkan abnormal.
Penyakit sering terjadi pada ayam petelur usia 25-26 minggu. Ayam tampak sehat, tidak memperlihatkan gejala sakit kecuali penurunan produksi yang sangat drastis disertai penurunan kualitas telur. Biasanya semakin besar penurunan kuantitas telur yang diproduksi makin rendah pula kualitasnya. Tetapi adakalanya penurunan kualitas telur mendahului penurunan produksi telur. kerabang telur berubah warna menjadi lebih pucat, lembek atau kasar dan telur berubah bentuk atau kecil.
Produksi telur akan menurun 20-40% selama 6-10 minggu. Telur-telur yang menyimpang dari bentuk normal mengalami penurunan daya tunas(fertilitas) dan daya tetas. Pada bedah bangkai ayam yang terinfeksi EDS'76 ditemukan kelainan seperti limpa sedikit mmembesar dengan bagian bintik putihnya membesar, uterus (oviduk) menjadi kendur dan terdapat oedema pada jaringan subserosanya. Lipatan-lipatan mukosa uterus membengkat dan oedema, terselaputi eksudat berwarna buram, kadang-kadang ditemukan materi perkapuran berwarna kekuningan diantara lipatan mukosa uterus. Pengecilan ringan pada kuning telur.
Telur yang kehilangan pikmen kulit atau empuk atau kulit telur sangat tipis. Juga produksi telur dalam 36 jam turun. Umumnya EDS secara klinis bermanifestasi pada puncak produksi telur. Hal ini disebabkan karena virus yang laten menjadi aktif pada masa ini. Penekanan atau penurunan produksi telur tanpa gejala-gejala jelas mungkin disebabkan oleh bentuk ringan dari gejala EDS.
Dalam kelompok ini, gejala pertama biasanya kehilangan warna dalam telur berpigmen, diikuti dengan tipisnya cangkang. Produksi telur biasanya turun 10% sampai 40%, namun, telur yang sesuai untuk penetasan / pengaturan tetap dan menetas seperti biasa. Meskipun diare sementara dan bulu kusam dapat dilihat sebelum perubahan cangkang terjadi, burung yang terinfeksi umumnya tetap sehat.

Gambar 2. Telur yang di hasilkan oleh unggas yang terinfeksi Egg Drop Syndrome
Sampai saat ini, angsa masih di anggap paling  sering terkena. Namun, pada tahun 2001, penyakit pernapasan akut berat yang terkait dengan adenovirus dilaporkan pada unggas yang terinfeksi di Negara Hungaria. Penyakit ini sangat berpengaruh pada unggas pada usia antara 4 dan 20 hari. Gejala-gejala meliputi anoreksia, depresi, bersin, batuk, dyspnea, dan rales.

PATOLOGI KLINIS
Sesudah infeksi akan terjadi viremi. Virus hidup dan berkembang biak di dalam tractus digestivus dan keluar melalui tinja. Virus juga dikeluarkan melalui telur. Anak ayam yang dieramkan dari telur-telur tertular tidak memiliki antibody IgY, dapat mengekskresi dan mengeluarkan virus melalui faeces
dengan demikian virus menular secara kontak langsung anak ayam lainnya. EDS dapat bersifat carier. Ayam pembawa virus (carrier) mulai mengekskresi virus sewaktu mulai bertelur. Bila pada perusahan ada banyak ayam yang tidak mengandung antibody maka EDS dapat terjadi secara eksplosif. Ayam-ayam yang mempunyai antibody tidak memperlihatkan gejala klinis terserang EDS. Seperti telah dikatakan penyebaran virus terutama melalui telur dan faeces. Secara alami bebek tidak memegang peranan penting sebagai sumber penularan (Taniguchi,1981)
Post Mortem
Tampak pada penderita Egg drop syndrome terjadi lesi minimal dan terbatas pada saluran reproduksi ayam. Pada burung ovarium menjadi tidak aktif, atrofi saluran telur, dan edema dan eksudat putih di rahim (kelenjar shell). Telur dapat lebih pucat dari normal, kasar  pada cangkang.Perubahan histopatologi dapat dilihat di saluran telur dan rahim (shell kelenjar). Mungkin ada degenerasi parah dan desquamation dari sel epitel, atrofi kelenjar rahim, dan infiltrasi heterophils, limfosit, dan plasmacytes. Badan inklusi intranuklear dapat ditemukan dalam sel-sel epitel uterus,dan daerah kelenjar vagina.
Dalam kawanan unggas yang  terinfeksi terlihat bercak pada trakea. Edema dan kongesti sedikit terlihat dalam trakea dan paru-paru. Lesi lain yang dilaporkan meliputi ekimosis pada epikardium dan bintik dalam hati. Akut tracheo-bronkitis dan dibatasi kataral pneumonia digambarkan pada burung yang terinfeksi. Kelainan histopatologi termasuk fibrin dan celular dalam trakea dan bronkus lumina; yang epithelium adalah hiperplastik dan metaplastic. Sel-sel superfisial yang terkandung inti bengkak dengan badan inklusi amphophilic. Paru-paru berisi limfosit-histiocytic dan infiltrasi granulocytic heterophil di septae dan di lumina dari alveoli. Tidak ada lesi signifikan terlihat pada jaringan lain.

MORBIDITAS DAN MORTALITAS
Egg drop syndrome biasanya berlangsung 4 sampai 10 minggu. Sebuah penurunan 10% menjadi 40% pada produksi telur.Tingkat  kekebalan pada penyakit tersebut menyebabkan penurunan  2% sampai 4%. Pada  puyuh, penurunan produksi telur adalah 10% dan 50%. Kematian tidak diharapkan (Dass bb,1992)
Penyakit pernapasan telah dilaporkan dalam 4 sampai 20 hari pada angsa peliharaan. Penyakit ini terlihat hanya pada burung sangat muda dari kawanan ,kelangkaannya dapat dijelaskan dengan prevalensi antibodi yang tinggi pada populasi angsa dan adanya antibodi ibu pada burung muda selama periode kerentanan. Pada unggas yang mempunyai  penyakit pernapasan, tingkat mortalitas adalah 5% sampai 7% (Nanics,2001)

DIAGNOSA KLINIK
Cangkang kualitas buruk dan penurunan produksi telur, dalam sebuah kawanan yang sehat, penyebabnya dipastikan Egg drop syndrome. Penyakit ini juga dapat bermanifestasi sebagai penurunan kecil pada hasil telur atau kegagalan untuk mencapai produksi. Diharapkan  tingkat Penyakit pernapasan disebabkan oleh adenovirus dapat ditekan.

DIAGNOSA LABORATORIUM
Adenovirus dapat diisolasi pada bebek atau telur berembrio,dan dalam kultur sel. Garis sel rentan termasuk bebek dan embrio ayam, hati, ginjal bebek, dan fibro sel-sel blast. Virus dapat diisolasi langsung dari saluran reproduksi ayam yang terkena.
Antigen virus dapat dideteksi dengan reaksi rantai polimerase (PCR) atau antigen-capture (enzyme-linked immuno assay ¬ sorben (ELISA) teknik imunofluoresensi telah digunakan dalam beberapa kasus(Dhinakar Raj G,2003). Tes serologi hemaglutinasi inhibisi termasuk menggunakan unggas RBC, ELISA, dan netralisasi serum. Tes imunodifusi ganda juga telah digunakan (Kumar, 2003)
PENGAMBILAN SAMPEL
Sebelum mengumpulkan atau mengirim sampel dari hewan  yang dicurigai, pihak yang berwenang harus dihubungi. Sampel hanya harus dikirim dalam kondisi aman dan untuk diperiksa dilaboratorium ntuk mencegah penyebaran penyakit.
Jaringan reproduksi termasuk rahim (kelenjar shell) harus dikumpulkan dari ayam yang terkena. Telur abnormal juga harus diserahkan. Sampel serum berpasangan dapat dikumpulkan untuk uji serologi. Pada unggas  dengan penyakit pernafasan, virus tersebut dapat ditemukan di paru-paru, trakea, hati, dan usus.

DIFERENSIAL DIAGNOSA
Gizi dan faktor-faktor manajemen lainnya berdasar diagnosa banding . Penurunan produksi dan rendahnya kualitas cangkang juga dapat terjadi dengan penyakit seperti bronkitis menular, Penyakit Newcastle dan flu burung, namun burung dengan penyakit ini biasanya menjadi sakit. Diagnosis diferensial untuk penyakit pernapasan pada unggas mencakup berbagai penyakit virus, bakteri, dan jamur lainnya.
 PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN

karantina dan disenfeksi

Karantina dan disinfeksi yang diperlukan, seperti adenovirus menular baik dengan kontak langsung atau tidak langsung. Virus ini juga dapat ditularkan secara vertikal, baik inte ¬ rior dan eksterior dari telur mengandung virus.

Adenovirus yang resisten terhadap berbagai desinfektan yang biasa digunakan. Mereka juga relatif toleran terhadap perubahan panas dan pH. Iodophor dan aldehida desinfektan dapat efektif jika di papakan dengan virus dalam waktu yang lama. Air yang berpotensi terkontaminasi harus di sterilkan sebelum digunakan. bangkai ayam yang terinfeksi selama 20 hari benar-benar dapat menyebarkan  virus yang bersifat infektif.

Pencegahan

    -          Vaksin dilemahkan yang tersedia. Vaksin ini menurunkan shedding virus tetapi tidak mencegah infeksi. Vaksinasi EDS'76 pada umur 16-18 minggu.

Melakukan sanitasi kandang (kandang dibersihkan, dicuci ), membatasi tamu, mencegah hewan liar dan hewan peliharaan lain masuk ke lingkungan kandang. Sanitasi sarana angkutan dan sapronak yang akan masuk kandang.

-           Usaha peternakan dikelola denggan baik sehingga tercipta suasana nyaman bagi ayam, jumlah ayam dalam kandang tidak terlalu padat, litter jangan berdebu dan terlalu lembab. Ventilasi kandang cukup dan sedapat mungkin dilaksanakan sistem all in all out.

PENGOBATAN
Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit ini, usaha yang dapat dilakukan adalah menjaga kondisi badan tetap baik dan meningkatkan nafsu makan dengan vitamin. Infeksi sekunder dicegah dengan memberikan antibiotik.

Sabtu, 23 Juli 2011

Kerusakan Telur

Telur pada umumnya digemari masyarakat karena harganya terjangkau dan sarat akan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang sangat lezat, mudah dicerna dan bergizi tinggi. Telur memiliki kandungan gizi yang hampir sempurna, sebab merupakan persediaan pangan selama embrio mengalami perkembangan di dalam telur, tanpa makanan tambahan dari luar (Rasyaf,1990).
Telur merupakan salah satu bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme berupa bakteri.  Hal ini disebabkan telur memiliki komposisi zat gizi yang baik sehingga merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri itu sendiri. Kerusakan telur oleh bakteri terjadi karena bakteri masuk ke dalam telur sejak telur berada di dalam maupun telur sudah berada di luar tubuh induknya (Lukman, 2010).
Sebagai bahan pangan, telur merupakan bahan yang mudah mengalami kerusakan. Kerusakan pada telur dapat terjadi secara fisik, kimia maupun biologis sehingga terjadi perubahan selama masa penyimpanan. Oleh karena itu dalam pemilihan telur perlu memperhatikan kualitasnya. Secara keseluruhan kualitas sebutir telur tergantung pada kualitas telur sebelah dalam (isi telur) dan kualitas telur bagian luar (kulit telur) (Suadaryani, 2000).
I. TELUR
Telur terdiri dari protein 13 %, lemak 12% serta vitamin dan mineral. Protein telur yang dapat diserap dan dimanfaatkan tubuh (nilai biologis) mencapai 96 %. Telur merupakan sumber protein terbaik karena mengandung semua unsur asam amino esensial yang dibutuhkan oleh tubuh (Aryastami, 1994). Asam amino ini sangat dibutuhkan oleh manusia, karena tidak dapat dibentuk oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari makanan. Kandungan gizi sebutir telur ayam dengan berat 100 g terdiri dari protein 12,8 g, karbohidrat 0,7 g, lemak 11,5 g,vitamin dan mineral (Rasyaf,1990).

Komposisi gizi telur
Telur ayam
Telur itik
Putih telur
Kuning Telur
Putih telur
Kuning Telur
Telur asin
Kalori (kal)
50
362
54
398
395
Protein (g)
10,8
16,3
11,0
17,0
13,6
Lemak (g)
0
31,9
0
35,0
13,6
Karbohidrat (g)
0,8
0,7
0,8
0,8
1,4
Kalsium (mg)
6
147
21
150
120
Fosfor (mg)
17
586
20
400
157
Besi (IU)
0,2
7,2
0,1
7,0
1,8
Vitamin A (mg)
0
2
0
2.87
841
Vitamin B (mg)
0
0,27
0,01
0,60
0,23
A i r (g)
87,8
48,4
88
47,0
66,5

Table 1. nilai gizi yang terkandung dalam sebutir telur

Telur mempunyai bentuk fisik bulat sampai lonjong dengan ukuran yang berbeda-beda, tergantung jenis hewan, umur, dan sifat genetiknya. Telur tersusun atas tiga bagian, yaitu kulit telur, putih telur, dan kuning telur (Prihastuti, 2008).
1.            Kulit telur  mempunyai kulit yang keras yang tersusun dari garam-garam organik. Pada bagian permukaan kulit terdapat pori-pori, mengandung kalsium dan memiliki pori-pori.  Pori-pori tersebut berguna untuk pertukaran gas pada perkembangan embrio (jika telur dibuahi). Satu telur ayam dapat memiliki pori-pori +17000. Outer shell membrane lebih mudah ditembus oleh mikroorganisme karena memiliki pori-pori. Sedangkan inner shell membrane relatif sulit ditembus karena strukturnya yang sangat halus. Telah dilaporkan pula bahwa membran juga mengandung lisozim, yaitu enzim yang memiliki aktivitas antimicrobial.
2.       Kutikula adalah lapisan tipis dari glikoprotein yang menyelubungi kulit telur (kutikula disebut pula “bloom”). Kutikula resisten terhadap masuknya air. Pada telur yang masih baru, pori-pori masih dilapisi kutikula yang terdiri dari 90% protein dan sedikit lemak yang berfungsi mengurangi penguapan air dan mencegah masuknya mikroba. Kutikula dapat rusak pada saat telur menggelinding pada kandang batere jika kutikula rusak atau hilang, mikroorganisme akan mudah masuk ke dalam telur melalui pori-pori.
3.       Putih telur  terdiri dari 40% putih telur encer dan 60% lapisan putih telur kental. Bagian putih telur tidak tercampur dengan kuningnya karena adanya kalaza yang mengikat bagian kuning telur dan membran vitelin yang elastis. Putih telur sangat kental (viskositas tinggi) sehingga berfungsi melindungi telur secara fisik (mekanis). Pelindung kimiawi terdiri dari zat-zat antimikrobial yang terdapat di dalam putih telur, yaitu:

Komponen
Aktivitas Mikrobial
Lisozim
Melisiskan dinding sel bakteri Gram positif; flokulasi sel bakteri
Konalbumin
(Ovotransferin)
Mengikat (kelasi) ion-ion Fe3+ Cu3+ Mn2+
Co2+ Cd2+ Zn2+ Ni2+
Avidin
Mengikat biotin
Ovoflavoprotein
Mengikat riboflavin
Ovoinhibitor
Menghambat protease cendawan
Ovomukoid
Menghambat tripsin
                                              Tabel 2. Komponen Aktivitas Mikrobial

4.       Kuning telur  merupakan bagian yang paling penting dari telur sebab di bagian ini terdapat embrio hewan. Pada bagian kuning telur paling banyak terdapat zat-zat gizi, yang sangat penting bagi perkembangan embrio (Lukman, 2010).

Gambar 1. Struktur anatomi Telur 

I.       MIKROORGANISME
Jasad hidup yang ukurannya kecil sering disebut sebagai mikroba atau mikroorganisme atau jasad renik. Jasad renik disebut sebagai mikroba bukan hanya karena ukurannya yang kecil, sehingga sukar dilihat dengan mata biasa, tetapi juga pengaturan kehidupannya yang lebih sederhana dibandingkan dengan organisme tingkat tinggi. Mata biasa tidak dapat melihat jasad renik yang ukurannya kurang dari 0,1 mm. Ukuran mikroba biasanya dinyatakan dalam mikron (p), 1 mikron adalah 0,001 mm. Sel mikroba umumnya hanya dapat dilihat dengan alat pembesar atau mikroskop, walaupun demikian ada mikroba yang berukuran besar sehingga dapat dilihat tanpa alat pembesar (Pelczar, M.J.  dan E.C.S. Chan. 1988).
Sel mikroba yang ukurannya sangat kecil ini merupakan satuan struktur biologi. Banyak mikroba yang terdiri dari satu sel saja (uniseluler), sehingga semua tugas kehidupannya dibebankan pada sel itu. Mikroba ada yang mempunyai banyak sel (multiseluler). Pada multiseluler umumnya sudah terdapat pembagian tugas diantara sel atau kelompok selnya, walaupun organisasi selnya belum sempurna. Selain itu dapat mengalami pleomorf  yaitu bentuk yang bermacam-macam dan teratur walaupun ditumbuhkan pada syarat pertumbuhan yang sesuai (Siagian, A.  2002).
Nutrisi dan zat yang dibutuhkan oleh mikroba
Medium pertumbuhan (medium nutrisi) adalah tempat untuk tumbuh mikroba. Mikroba memerlukan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan energi dan untuk bahan pembangun sel, untuk sintesa protoplasma dan bagian-bagian sel lain. Setiap mikroba mempunyai sifat fisiologi tertentu, sehingga memerlukan nutrisi tertentu pula.
Bahan makanan yang digunakan oleh jasad hidup (mikroba) dapat berfungsi sebagai sumber energi, bahan pembangun sel, dan sebagai aseptor atau transfer elektron. Dalam garis besarnya bahan makanan dibagi menjadi tujuh golongan yaitu :
1.      Air
Air merupakan komponen utama sel mikroba dan medium. Funsi air adalah sebagai sumber oksigen untuk bahan organik sel pada respirasi. Selain itu air berfungsi sebagai pelarut dan alat pengangkut dalam metabolisme.
2.      Sumber energi
Ada beberapa sumber energi untuk mikroba yaitu senyawa organik atau anorganik yang dapat dioksidasi dan fotosintesis cahaya terutama cahaya matahari.

3.      Sumber karbon
Sumber karbon untuk mikroba dapat berbentuk senyawa organik maupun anorganik. Senyawa organik meliputi karbohidrat, lemak, protein, asam amino, asam organik, garam asam organik, polialkohol, dan sebagainya. Senyawa anorganik misalnya karbonat dan gas CO2 yang merupakan sumber karbon utama terutama untuk tumbuhan tingkat tinggi.
4.      Sumber mineral
Mineral merupakan bagian dari sel. Unsur penyusun utama sel ialah C, O, N, H, dan P. unsur mineral lainnya yang diperlukan sel ialah K, Ca, Mg, Na, S, Cl. Unsur mineral yang digunakan dalam jumlah sangat sedikit ialah Fe, Mn, Co, Cu, Bo, Zn, Mo, Al, Ni, Va, Sc, Si, Tu, dan sebagainya yang tidak diperlukan jasad.

5.      Grow factor
Grow factor ialah senyawa organik yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan (sebagai prekursor, atau penyusun bahan sel dan senyawa ini tidak dapat disintesis dari sumber karbon yang sederhana. Grow factor sering juga disebut zat tumbuh dan hanya diperlukan dalam jumlah sangat sedikit.
6.      Sumber nitrogen
Mikroba dapat menggunakan nitrogen dalam bentuk amonium, nitrat, asam amino, protein, dan sebagainya. Jenis senyawa nitrogen yang digunakan tergantung pada jenis mikrobanya (Pelczar, M.J.  dan E.C.S. Chan. 1988).
Susunan dan kadar nutrisi suatu media untuk pertumbuhan mikroba harus seimbang agar mikroba dapat tumbuh optimal. Hal ini perlu dikemukakan mengingat banyak senyawa yang menjadi zat penghambat atau racun bagi mikroba jika kadarnya terlalu tinggi (misalnya garam dari asam lemak, gula, dan sebagainya). Perubahan faktor lingkungan menyebabkan aktivitas fisiologi mikroba dapat terganggu, bahkan mikroba dapat mati (Siagian, A.  2002).
Jenis Bakteri yang Mempunyai Aktivitas pada Protein, Lemak dan Karbohidrat
•         Poteolitik bacteria, mampu mengidrolisa protein dalam makanan, oleh enzim ekstracellular proteinase. Micrococcus, Staphylococcus, Bacillus, Clostridium, Pseudomonas, Alteromonas dan Flavobacterium.
•         Lipolitik bacteria, memproduksi enzim ekstracellular lipases, mis: Micrococcus, Staphylococcus, Pseudomonas, Alteromonas dan Flavobacterium.
•         Saccharolitik bacteria, mampu menghodrolisa karbohidrat yang kompleks, mis : Bacillus, Clostridium, Aeromonas, Pseudomonas dan Enterobacter.

Kelompok Bakteri Penghasil Gas, Lendir dan Spora Pada Makanan
•           Gas (CO2, H2, H2S) selama metabolisme dalam bahan maknan. Staphylococcus, Leuconostoc, Lactobacillus, Propionibacterium, Escherichia, Enterobacter, Clostridium dan Desulfotomaculum.
•           Slime Producers (penghasil lendir), memproduksi lendir disebabkan oleh sintesa polysakarida. misalnya : Xanthomonas, Alcaligenes, Enterobacter, Lactococcus         dan Lactobacillus.
•           Pembentuk Spora, termasuk  Bacillus, Clostridium dan Desulfotomaculum. Kelompok ini dibagi 2: pembentuk spora yang aerobik dan anaerobik. (Roostita, 2011).
Cemaran Mikroba Telur
Telur merupakan salah satu bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme berupa bakteri. Hal ini disebabkan telur memiliki komposisi zat gizi yang baik sehingga merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri itu sendiri. Kerusakan telur oleh bakteri terjadi karena bakteri masuk ke dalam telur sejak telur berada di dalam maupun telur sudah berada di luar tubuh induknya. Kerusakan telur oleh bakteri sejak berada di dalam tubuh induknya terjadi misalnya induk menderita Salmonellosis sehingga telur mengandung bakteri Salmonella sp (Nazariah, 2008).
Kulit telur kemungkinan mengandung Salmonella yang berasal dari kotoran ayam dan mungkin mengkontaminasi isi telur pada waktu telur dipecahkan (Siagian, 2007). Sedangkan kerusakan telur oleh bakteri terjadi karena mikroorganisme masuk ke dalam kulit telur melalui pori yang terdapat pada permukaan kulit telur. Secara alami telur sudah dilengkapi dengan beberapa zat anti bakteri yang bersifat membunuh dan mencegah pertumbuhan kuman perusak, misalnya pH yang tinggi pada isi telur dan enzim lisozim serta senyawa ovidine yang terdapat pada putih telur. Salah satu pengaruh yang paling nyata adalah timbulnya H2S hasil pemecahan oleh bakteri. Hal ini menimbulkan bau telur busuk yang khas (Sudaryani, 1996).
Masuknya bakteri ke dalam telur setelah telur berada di luar tubuh induknya dapat berasal dari kotoran yang menempel pada kulit telur. Kotoran yang menempel tersebut diantaranya adalah tinja, tanah atau suatu bahan yang banyak mengandung bakteri perusak. Bakteri ini masuk kedalam telur melalui kulit telur yang retak atau menembus kulit ketika lapisan tipis protein yang menutupi kulit telur telah rusak dan lubang-lubang kecil yang terdapat pada permukaan telur yang disebut pori-pori (Lukman. Denny W, 2010).


Jenis Cemaran Mikroba
Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM)
Telur Segar
Telur tepung/kering
Telur Beku
a.
Jumlah Total Kuman (TPC)
1 x 105
< 2,5 x 103
< 2,5 x 103
b.
Coliform
< 1 x 102
< 1 x 101
< 1 x 101
c.
E. colli
1 x 101
1 x 101
1 x 101
d.
Enterococci
< 1 x 102
< 1 x 101
< 1 x 101
e.
S. aureus
< 1 x 102
0
1 x 101
f.
Clostridium
0
0
0
g.
Salmonella
Negatif
Negatif
Negatif
h.
Camphylobacter sp
0
0
0
i.
Listeria
0
0
0









Tabel. 3

Batas maksimum cemaran mikroba dalam bahan makanan asal hewan pada telur (dalam satuan CFU/gram) 

Menurut Pelczar dan Chan (1988) Kerusakan pada telur umumnya disebabkan oleh bakteri yang masuk melalui kulit yang retak atau menembus kulit ketika lapisan tipis protein yang menutupi kulit telur telah rusak. Maka perlu dilakukanpenutupan pori-pori kulit telur hal ini sering kita temui pada proses pengawetan pada telur.

I.       PENGAWETAN TELUR AYAM
Sejak dikeluarkan dan kloaka, telur mengalami penurunan mutu. Semakin lama disimpan, penurunan mutu akan semakin besar, yang akhimya dapat menyebabkan kerusakan atau menjadi busuk. Penurunan mutu ini tidak dapat dicegah, hanya dapat diperlambat kecepatannya dengan berbagai pedakuan, yang disebut pengawetan telur segar (Masykuri, 2003).
Penurunan mutu tersebut antara lain turunnya berat telur yang disebabkan penguapan gas seperti uap air, karbondioksida, amoniak, nitrogen dan H2S. Karena penguapan tersebut juga akan menyebabkan terjadinya pembesaran kantung udara. Juga menyebabkan perubahan kimiawi isi telur akibat terlepasnya gas CO2, yang jika tidak dilakukan penyimpanan yang baik akan mengakibatkan telur tidak dapat dikonsumsi, bahkan menjadi busuk (Nazariah, 2008).
Menurut Masykuri (2003) pengawetan telur utuh bertujuan untuk mempertahankan mutu telur segar. Prinsip dalam pengawetan telur segar adalah mencegah penguapan air dan terlepasnya gas-gas lain dari dalam isi telur, serta mencegah masuk dan tumbuhnya mikroba di dalam telur selama mungkin.
Hal-hal di atas dapat dilakukan dengan cara menutup pori-pori kulit telur atau mengatur kelembaban dan kecepatan aliran udara dalam ruangan penyimpanan. Penutupan pori-pori kulit telur dapat dilakukan dengan menggunakan larutan kapur, parafin, minyak nabati (minyak sayur), air kaca (water pass), dicelupkan dalam air mendidih dan lain-lain. Sedangkan pengaturan kecepatan dan kelembaban udara dapat dilakukan dengan penyimpanan di ruangan khusus.

A.    Perlakuan Awal
Sebelum dilakukan prosedur pengawetan, penting dipertiatikan kebersihan kulit telur. Hal ini karena meskipun mutunya sangat balk, tetapi jika kulitnya kotor, telur didnggap bermutu rendah atau tidak dipilih pembeli, Pembersihan kulit telur dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a.        Merendam telur dalam air bersih, dapat diberi sedikit detergen atau Natrium hidroksida (soda api). Kemudian dicuci bersih sehingga kotoran yang menempel hilang.
b.        Mencuci telur dengan air hangat suam-suam kuku (sekitar 60°C) yang mengalir. Untuk mempercepat hilangnya kotoran dapat digunakan kain.

Setelah kulit telur bersih, dapat dilakukan pengawetan telur segar dengan metode antara lain pengemasan kering, perendaman dalam berbagai janis cairan, penutupan port-pori kulit telur dan penyimpanan dingin.

B.     PROSES PENGAWETAN
Pengawetan Kering
Pengawetan telur dapat dilakukan secara kering dengan menggunakan bahan-bahan seperti sekam, pasir dan serbuk gergaji. Jika pengawetannya padat, cara ini akan memperlambat hilangnya air dan CO2. Kelemahan cara ini adalah manambah berat dan volume, yang dapat menaikkan ongkos angkut dan ruang penyimpanan. Disamping itu, pengawetan kering tidak banyak memberikan perlindungan terhadap mikroba selama penyimpanan.
Pengawetan Basah (Penutupan pori-pori kulit telur)
Penutupan pori-pod kulit telur dapat dilakukan menggunakan agar-agar, getah karet, sabun, gelatin, minyak nabati dan bahkan getah kaktus. Bahan yang paling banyak digunakan adalah berbagai minyak nabati atau minyak sayur karena mudah disediakan dan murah. Minyak nabati digunakan dengan cara pencelupan atau penyemprotan. Minyak nabati yang dapat digunakan antara lain : minyak kelapa, minyak kelapa sawit minyak kacang, minyak jagung atau kombinasikampuran minyak-minyak di atas.
Teknik penyemprotan akan menghasilkan sekitar 50 mg minyak yang menutupi pori-pori sebutir telur. Jika cara ini dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu dingin (sekitar 1°C) dapat mengawetkan telur selama 6 bulan, dengan hampir tidak ada perubahan dibandingkan keadaan segarnya
a.       Perendaman dalam cairan
Metode ini merupakan suatu cara pengawetan telur yang terutama bertujuan mencegah penguapan air, serta umumnya dikombinasikan dengan penyimpanan dingin. Beberapa cara yang dapat digunakan adalah :
b.      Perendaman telur dalam larutan kapur
Larutan kapur dapat dibuat dengan cara melarutkan 100 g batu kapur (CaO) dalam 1,5 liter air, lalu dibiarkan sampai dingin. Daya pengawet dart kapur karena mempunyai sifat bass, sehingga mencegah tumbuhnya mikroba. Kapur (CaO) akan bereaksi dengan udara membentuk lapisan tipis kalsium karbonat (CaCO3) di atas permukaan cairan perendam. Kemudian CaCO3 yang terbentuk akan mengendap di atas permukaan telur, membentuk lapisan tipis yang menutupi pori-pori. Pori-pori yang tertutup ini menyebabkan mikroba tidak dapat masuk ke dalam telur dan mencegah keluamya air dan gas-gas lain dan dalam isi telur. Kapur juga menyebabkan kenaikan kenaikan pH pada permukaan kulit telur yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
c.       Perendaman dalam minyak  parafin
Telur direndam atau dicelupkan dalam minyak parafin selama beberapa menit. Selanjutnya dikeringkan dengan membiarkan di udara terbuka (dikering-anginkan) sehingga minyak parafin menjadi kering dan menutupi pon-pori kulit telur.
d.      Perendaman dalam air kaca (water glass)
Air kaca adalah Iarutan natrium silikat (Na2SiO4), berbentuk cairan kental, tidak berwama, tidak berbau dan jernih seperti kaca. Larutan ini dapat dibuat dengan melarutkan 100 g natrium silikat ke dalam 900 ml akuades, kemudian dapat digunakan untuk merendam telur.
Pada saat perendaman telur, air kaca membentuk dan mengendapkan silikat pada kulit telur, sehingga pori-porinya tertutup. Air kaca juga mempunyai daya antiseptik, sehingga mencegah pertumbuhan mikroba.
e.       Pencelupan telur dalam air mendidih
Pencelupan telur dilakukan selama kurang Iebih 5 detik pada air mendidih. Hal ini menyebabkan permukaan dalam kulit telur akan menggumpal dan menutupi pori-pori kulit telur dari dalam.
f.       Pengawetan telur dengan bahan penyamak nabati
Prinsip dasar dari pengawetan menggunakan bahan penyamak nabati adalah terjadinya reaksi penyamakan pada bagian Iuar kulit telur olah zat penyamak (tanin). Akibatnya kulit telur menjadi impermeabel (tidak dapat bersatu atau bercampur) terhadap air dan gas. Dengan demikian, keluamya air dan gas dari dalam telur dapat dicegah sekecil mungkin.
Bahan penyamak nabati yang banyak digunakan adalah daun akasia (Acasia decurrena) atau daun jambu biji (Psidium guajava) yang telah dikeringkan. Daun kering tersebut direndam selama semalam dan direbus 1 jam, kemudian aimya disaring dan digunakan untuk merendam telur.
Penyimpanan dingin
Telur segar dapat dipertahankan mutunya dalam waktu yang relatif lama bila disimpan daiam ruangan dingin dengan kelembaban udara antara 80 - 90 % dan kecepatan aliran udara 1 - 1,5 m/detik. Dalam hal ini telur disimpan sedekat mungkin di atas titik beku telur yaitu -2 °C. Suhu yang rendah ini akan memperlambat hilangnya CO2 dan air dari dalam telur serta penyebaran air dari putih ke kuning telur. Untuk lebih menghambat hilangnya CO2 maka kadar CO2 di dalam ruang penyimpanan dapat ditingkatkan sampal 3 % (Masykuri, 2003).